Boneo di Mata
Dunia
|
Loc: Bengkayang, KalBar |
Ketika saya melakukan sebuah riset kecil-kecilan melalui Google
Search tentang Borneo di Mata Dunia (nama Borneo lebih dikenal oleh penduduk
luar negeri) sedangkan penduduk lokal lebih mengenal dengan sebutan “Kalimantan”.
Ada beberapa hal menarik yang saya temukan, ternyata “Kalimantan
(Borneo)” adalah pulau nomor tiga terbesar di dunia setelah Papua Nugini di
urutan kedua dan Greenland diurutan pertama. Dengan luas 743.330 km2 mencakup
wilayah Brunei dan Malaysia di dalamnya. Nama Borneo sendiri berasal dari
referensi Barat awal yang digunakan oleh Belanda pada masa pemerintahan
kolonial terhadap pulau tersebut. Pulau
ini juga dikenal dengan hutan tropis yang
sangat luas dan tebal. Dimana hutan-hutannya memiliki keanekaragaman hayati
paling banyak di planet ini. Menurut WWF, pulau ini diperkirakan memiliki
setidaknya 222 spesies mamalia (44 darinya khas), 420 burung yang menetap (37
khas), 100 amphibi, 394 ikan (19 khas), dan 15.000 tumbuhan (6.000 khas) --
lebih dari 400 dari yang telah ditemukan sejak tahun 1994. Survey menemukan
lebih dari 700 spesies pohon di lahan 10 hektar.
Sebagai salah satu pulau yang menyumbang oksigen terbesar di dunia.
Maka untuk mempertahankan eksistensinya. Pemerintah pusat melibatkan daerah
dalam pelaksanaan Peraturan Presiden Perpres No. 3 tahun 2012 tentang Rencana
Tata Ruang Pulau Kalimantan. Agar dapat mengalokasikan sedikitnya 45% wilayah
Kalimantan sebagai paru-paru dunia, sebagai salah satu upaya untuk menurunkan
emisi gas rumah kaca sebesar 26% pada tahun 2020. Berdasarkan pembagian jenis hutannya Borneo
terdiri dari beberapa jenis hutan yang menjadi perhatian pemerintah secara
khusus di tahun 2020, sebagai bentuk mempertahankan eksistensi Borneo sebagai
paru-paru dunia. Adapun hutan-hutan tersebut terdiri dari Hutan Bakau, Hutan
Rawa Gambut, Hutan Pegunungan, Hutan Kerangas, dan Hutan Dipterokarpa.
Hutan ini berlokasi di pinggiran laut berfungsi sebagai benteng
pencegah abrasi atau pengikisan pantai oleh gelombang air laut. Berdasarkan data
WWF memperkirakan bahwa luas daerah yang ditumbuhi bakau di Borneo mencapai 1,2
juta hektar, bagian yang sedikit -- mungkin kurang dari 20 persen -- dari
keberadaan aslinya.
|
Lahan gambut sisa terbakar tahun 2015, terletak di eks PLG Sejuta Hektar Kalteng. Foto: Ridzki R. Sigit |
Berdasarkan data Global Wetlands yang diakses pada 16 April 2019,
Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di dunia dengan luas mencapai
22,5 juta hektare (ha). Sedangkan urutan pertama ditempati Brazil dengan luas
lahan gambut sebesar 31,1 juta ha. Dengan sumbangan lahan sebesar 6.6 juta ha
dari Borneo, Papua diurutan pertama
penyumbang tersebar. Gambut merupakan
lahan basah yang kaya akan material organik. Terbentuk dari akumulasi pembusukan
bahan-bahan organik selama ribuan tahun. Keberadaannya memiliki berbagai
manfaat. Antara lain, gambut bisa menyimpan 30 persen karbon dunia, mencegah
kekeringan, dan mencegah pencampuran air asin di irigasi pertanian. Selain itu,
gambut juga menjadi rumah bagi satwa langka.
Hutan pegunungan di Borneo biasanya ditemukan pada ketinggian 900
meter hingga 3.300 meter. Pohon-pohon di hutan ini umumnya lebih pendek dari
yang ada di hutan dataran rendah, akibatnya kanopi yang ada pun tak terlalu
lebat. Langner dan Siegert (2005) memperkirakan bahwa di tahun 2002 tersisa
sekitar 70 persen (1,6 juta hektar) dari luas asli hutan montane di Borneo
(2,27 juta hektar). (dikutip dari situs https://world.mongabay.com/indonesian/borneo.html
)
|
Google Image |
hutan yang memiliki lahan ekstrem dan rawan atau sangat peka
terhadap gangguan misalnya kebakaran. Kata kerangas berasal dari bahasa Dayak
Iban yang memiliki arti "tanah yang tidak dapat ditanami padi". Sebutan
tersebut diberikan karena kandungan tanah yang membentuk hutan kerangas sangat
miskin unsur hara. Tipe hutan ini seringkali ditemukan pada ketinggian kurang
dari 800 m dpl. Tanah ini menyerap air
dengan baik. Tanah pada hutan kerangas
umumnya miskin hara. Pepohonan sangat
bergantung pada humus di lantai hutan yang relatif tipis. Vegetasi yang mampu bertahan di hutan kerangas
umumnya telah beradaptasi secara luar biasa karena kondisi tanah hutan kerangas
memang sangat ekstrem. Salah satu contoh
vegetasi hutan kerangas adalah genus Nephentes atau biasa disebut kantong
semar, menyerap nutrisi dari hewan dan serangga yang masuk terjebak ke dalam
kantung yang dimilikinya. Serangan dan hewan itulah yang kemudian diserap oleh
kantong semar sebagai nutrisi supaya tetap bisa bertahan hidup di atas lahan
ekstrem hutan kerangas
|
Google Image |
Hutan dipterokarpa di dataran rendah adalah hutan yang paling
beragam penghuninya dan paling terancam di Borneo (68% dataran rendah telah
ditebangi di Kalimantan, 65% di Malaysia). Pepohonan raksasa ini, biasanya
lebih tinggi dari 45 meter, adalah sumber kayu-kayu yang paling bernilai di
Borneo dan telah ditebangi dengan buasnya selama 3 dekade ini. Langner dan
Siegert (2005) memperkirakan bahwa hanya kurang dari 30 juta hektar hutan
dipterokarpa dataran rendah yang tersisa di Borneo pada tahun 2002.
Selain dikenal dengan hutannya yang luas borneo juga dikenal dengan
pupulasi binatang endemiknya. Misalnya seperti Orang Utan, harimau Kalimantan,
Burung Rangkop, Ikan Arwana dan masih banyak lagi populasi-populasi binatang endemik
lainnya. Penasaran dengan pesona Hutan Borneo atau Kalimantan silahkan
berkujung dan lakukan wisata alam yang menantang dan tentunya akan lebih
membuat kita bersahabat dengan alam.